Pejamkan mata…
biarkan sadarku melayang
meyusuri dunia dibatas angan..
melangkah di dunia hayal
bertaburkan kisah dimasa lalu
Terpendam jauh di dasar kalbu
pancarkan harap yang telah menguap..
tak jangang meratapi kisah yang musnah
di telapak yang tak mungkin menggenggam.
menyusuri dunia yang hilang
dirindu namun takkan dijumpa
memijarkan impian yang tertelan kabut
dinanti namun takkan tiba..
menjerit dalam tidur berhias gelisah
bahkan bertahtahkan airmata pilu
jadi teater di dalam mimpi..
meski pemerannya aku sendiri..
tertelan alam mimpi yang sunyi… MIMPI
Sinar matahari dihalang awan dan awan pun menjadi putih
Rembulan tertutup awan dan rembulan pun menghilang sementara
Aku tersenyum ketika aku adalah anak kecil yang melihat mereka
Pada masing-masing waktu diantara mereka
Aku bersemangat membuat mimpi-mimpi
Awan yang hitam dikala mendung datang
Mengambil alih peran dari si awan putih
Ketika malam datang ia pun masih berperan
Sungguh tak adil namun itulah kekuasaan tuhan
Aku tak tersenyum dan aku hanya terdiam
Berpikir apakah aku masih bisa bermimpi
Jika hitam dan putih adalah pilihan
Aku harus tentukan pilihan
Bermimpi sudah aku miliki
Saatnya sekarang untuk Aku melakukan
Agar mimpi bisa aku dapatkan
MIMPI
Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut, “Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.”,
Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis. Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu – kekuatan yang lari bersama angin, mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.
Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu. Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.
Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada tenaga magis yang menahanku. Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:
“Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”
Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,”Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. Hidup, perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”
Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :
“Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal seperti roh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna.”
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang menggerunkan sekali:
‘Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.’
Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.
Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku membuka mataku, aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya laut yang dipeluk halimunan. Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa yang menggulung ke syurga.
No comments:
Post a Comment