--> DOCUMENT MASNET QUR'AN

Solo Antara Kultur dan Modernisasi Dalam Gelaran Internasional [Kisah Perjalanan 2 hari Mas Ben di Solo]





Solo atau dulu dikenal dengan nama Surakarta, sebuah kota karesidenan yang masih kental nilai budaya keningratannya, mulai menggeliat menunjukkan kiprahnya di tataran internasional.
Solo [Surakarta] dengan demografi melingkupi wilayah Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak; didukung oleh enam kabupaten di sekitarnya : Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri semakin eksis menjelma sebagai sebuah wilayah terpadu Soloraya.
Wilayah pecahan kejayaan Mataram ini dalam perkembangannya berlaju seiring dinamika kemajuan teknologi dan modernisasi, berusaha mempertahankan kultur adiluhungnya. Kuliner, tata-pergaulan dan eknisitas yang terpelihara baik tetap membudaya tercermin dari perilaku keseharian warganya.
Kebersahajaan jawa sebagaimana diwariskan oleh pendahulunya, begitu kental terukir di setiap sisi kotanya. Hidup yang tidak ngoyo dan senantiasa andap asor, terlepas dari sedikit masalah sosialnya, yang dengan ketulusan timur diakui oleh walikota Solo, Bp. Joko Widodo.
Semua hal di atas terurai dalam acara SOlO [Sharing Online lan Ofline] yang digagas, dibidani dan dikawal dengan apik oleh para anak muda komunitas blogger Bengawan.
Acara yang dipusatkan di Graha Solo Raya Jl. Slamet Riyadi, dihadiri oleh para blogger wakil dari beberapa daerah di Indonesia wilayah barat, tengah dan timur ini sukses digelar selama 2 hari pada tanggal 5 dan 6 Juni 2010.
Sesuai dengan namanya sharing online dan ofline, keseluruhan agenda acara SOlO sengaja dirancang sebagai mediasi dan sarana komunikasi positif antara para blogger yang diharapkan menjadi jembatan tersosialisasikannya kota Solo dan tentu saja program-program sukses pemerintah kotanya dalam mengelola rumah tangganya.
Sejarah asal nama Solo, dan segala prestasi kota Solo disampaikan oleh Kadiskominfo kota Solo. Salah satunya adalah keberhasilan kota Solo dalam mengelola PKL, yang diklaim sebagai yang pertama dan satu-satunya kota di Indonesia berhasil merelokasi PKL dengan pendekatan humanis, yang oleh Ibu Kadis dikatakan sebagai kegiatan yang mengwongkan wong atau memanusiakan orang.
Dalam program prioritasnya, walikota menyusun suatu konsep yang komprehensif untuk menata PKL dimulai dengan merevitalisasi Kantor Pengelolaan Pedagang Kaki Lima [PPKL] sebagai leading agency dalam pelaksanaannya.
Kebijakan utama pengelolaan PKL di kota Solo meliputi pembinaan, penataan, dan penertiban. Pembinaan mengasumsikan bahwa bisnis dan karakter PKL perlu dibangun dan dikembangkan dengan memberi mereka bimbingan dan penyuluhan, termasuk informasi tentang peraturan dan tanggung jawab PKL dalam memelihara ketertiban di kota Solo. Istilah penataan berarti mengelola PKL secara fisik agar mereka lebih rapih teratur. Selain itu ada kebijakan penertiban yang dilakukan pemerintah dalam upaya “memaksa” PKL untuk pindah atau kadang kala merelokasi mereka ke tempat baru. Kebijakan yang dibuat di kantor PPKL sebagian besar disusun secara persuasif dengan melibatkan kelompok-kelompok PKL sendiri. Sebagai hasilnya, keramahan kota Solo terhadap PKL bisa ditunjukkan secara fisik [ruang], secara sosial ekonomi, secara aturan, maupun secara kesempatan.
Pengalaman kota Solo menunjukkan bahwa kebijakan perkotaan yang ramah PKL harus diawali dengan adanya keberpihakan pada nasib rakyat kecil dan pengakuan bahwa PKL adalah nafas dari kehidupan perkotaan yang tidak bisa dihilangkan. Oleh karenanya berbeda dengan kota-kota lain yang bermasalah dengan PKL, kota Solo berhasil merelokasi PKL dengan damai. Untuk memanusiakan PKL, proses relokasi dilakukan dengan cuma-cuma. Para PKL diberikan kios atau lapak gratis termasuk surat ijin usaha sudah difasilitasi oleh pemerintah kota Solo. Tidak selesai sampai di situ, pemerintah kota Solo pun telah memikirkan dukungan fasilitas publik yang memadai seperti jalur pejalan kaki, tempat parkir, penerangan jalan, air bersih, saluran pembuangan dan termasuk juga dibukanya akses jalur menuju lokasi baru dan rambu-rambu yang menunjukkan lokasi baru para PKL.
Semua upaya pemerintah kota Solo berimbas positif terhadap peningkatan penghasilan para pelaku PKL, dari yang sebelumnya hanya berkisar Rp. 400.000,00 kini meningkat menjadi Rp. 800.000,00 – 1.200.000,00.
Helatan SOlO semakin menggugah para blogger yang memenuhi aula Graha Solo Raya, ketika acara bergulir ke sharing kesaksian para blogger yang telah berhasil memberikan kontribusi baik dan terbukakannya peluang usaha berkat kegiatan blog.
Misalnya Mas Bachtiar yang menceritakan bagaimana gerombolan Bundaran Hotel Indonesia [BHI] yang bermula dari kongkow-kongkow kawan-kawan yang sedang berusaha mencari kerja di Jakarta, pada akhirnya berkembang menjadi sebuah kelompok charity yang berhasil membantu pendidikan para anak tidak mampu di Cilacap dengan program pinjam asuh kambing, dan juga gerakan seribu buku yang pada realisasinya jauh melebihi target dengan berhasil mengumpulkan 3.200 buku layak baca. Selain itu sebuah kumpulan yang disebut gerombolan oleh Mas Bachtiar juga telah menjadi sarana informasi kerja dan peluang kerja baru bagi membernya, termasuk penyediaan rumah singgah [kost] untuk kawan atau saudara yang sedang berupaya mencari pekerjaan.
Kesaksian lain dari Mas Ben [Bunyamin] dengan usaha grafikanya yang sudah menjadikannya sebagai seorang wirausahawan melalui blognya.
Juga kisah perintisan Rumah Batik Putra Laweyan.
Tidak kalah membahananya, kesaksian Ibu FE Sujanti, Ketua Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) Kota Solo. Ibu Sujanti memaparkan harapannya untuk memajukan para wanita sekaligus aktualisasi bahwa wanita pun juga mampu berbuat besar. Termasuk harapannya untuk standarisasi usaha dan produk. Dengan adanya standarisasi pada sisi kualitas produk pastilah akan berpengaruh bagi pertumbuhan kuliner di kota Solo. Selain itu produk kuliner dari UKM tersebut bisa berkembang masuk ke ritel-ritel yang besar. Masih banyak pelaku UKM kuliner di Solo yang belum menerapkan standardisasi produknya. Ini terlihat dari 180-an UKM kuliner binaan Jarpuk, ternyata baru 20 persen saja yang menerapkan standar SP (Sertifikat Penyuluhan) atau PIRT (Produksi Industri Rumah Tangga).
Menjelang tengah hari, ada kejutan besar buat para blogger dengan hadirnya Bapak Joko Widodo walikota Solo. Kedatangan beliau cukup membuat Mas Gunawan sang moderator menjadi kelabakan mengingat terbatasnya waktu dan di luar rencana. Akhirnya Mas Gunawan “mendaulat” Pak Wali untuk memberikan sambutan beberapa menit saja.
Dengan kesempatan terbatas yang dibatasi oleh Mas Gunawan, Pak Joko Widodo memaparkan tentang kota Solo dan obsesi beliau untuk menjadikan Solo sebagai kota yang di kenal di manca negara, termasuk kegalauannya saat membaca sebuah terbitan majalah yang memberikan “warning” agar berhati-hati bila berkunjung di pasar “X” yang merupakan trade mark kota Solo, karena copetnya banyak sekali.
Kehadiran beliau dengan gesture dan tutur kata yang santun, menggairahkan para blogger yang sebelumnya sudah lemas dan kuyu tanda sudah melewati jam makan siang. Para blogger berebutan untuk mengajukan pertanyaan kepada Pak Wali. Akibatnya waktu yang disediakan hanya beberapa menit akhirnya molor menjadi lebih dari setengah jam, ketika Pak Jokowi atas dasar pertanyaan yang ada, menjelaskan program-program pemerintah kota Solo untuk mempromosikannya ke mancanegara yang sudah teragendakan sepanjang tahun 2010, antara lain : Solo Menari, Festival Kuliner, Solo Batik Fashion, The Asia Pacific Ministerial Conference on Housing and Urban Development [APMCHUD] yang rencananya akan dihadiri oleh para meneteri dari 68 negara di Asia Pacific, Solo Batik Carnival, Solo International Ethnic Music [SIEM], Festival Keraton Sedunia, Solo International Performing Art [SIPA], dan Solo Keroncong Festival. Semuanya akan digelar selama tahun 2010 antara bulan Juni – September.
Pak Jokowi memungkasi kehadirannya dengan mengimbau agar para blogger mendukung program pemerintah kota Solo dengan kreasi kata dan gambar di blognya masing-masing.
Dan Pak Jokowi pun meninggalkan ruangan dengan iringan tempik sorak membahana.
Selepas ishoma, materi lanjutan hari pertama SOlO diisi oleh Bapak Teddy Bara Iskandar – National Sales Manager XL, dan Area Manager XL wilayah Solo. Beliau memaparkan program-program niaga XL dan segala dukungannya. Tidak lupa bagi-bagi hadiah dadakan untuk para blogger yang berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar XL. Di akhir acara hari pertama SOlO diinformasikan tentang lomba blog dan atau foto tentang Solo atau Internet, berhadiah blackberry untuk 2 karya terbaik.
Malam harinya, di Wisma Seni tempat beristirahat para blogger, para blogger saling bertukar informasi dan kesan-kesan mereka tentang SOlO dan juga even temu blogger lain yang pernah mereka ikuti, termasuk saran membangun dan harapan di kegiatan sejenis ke depannya.
Dalam suasana penuh kekeluargaan itu disampaikan pula rencana dan koordinasi kegiatan untuk keesokan harinya, yaitu susur bengawan, kunjungan ke kampung batik Laweyan, Kunjungan ke sentra kerajinan keris, wayang dan gamelan dan juga kunjungan ke sentra kerajinan tembaga di Cepogo. Namun karena animo peserta yang lebih banyak untuk susur bengawan, dan kunjungan ke Laweyan, maka acara di Cepogo dan kampung keris, gamelan dan wayang ditiadakan.
Mas Ben yang memilih rombongan ke Laweyan, bisa menyaksikan antusiasme peserta blogger lainnya sejak perjalan hingga di Laweyan. Klak-klik-klek membidik objek-objek bertema Solo yang akan mereka ikut sertakan dalam lomba blog dan atau foto berhadiah blackbery.
Acara di Laweyan dimulai di rumah Batik Putra Laweyan, setelah sedikit pengarahan, para blogger pun beriang-ria memecah kelompok mengikuti para pemandu yang ditunjuk. Di sana para blogger bisa leluasa menyaksikan dan mengagumi keelokan kreasi batik Solo yang halus dan melegenda, termasuk praktek membatik. Pemandangan menarik lainnya adalah berpadunya masa lalu dan kini yang termanifestasikan melalui arsitektur bangunan di perkampungan Laweyan. Banyak bangunan yang sudah berusia ratusan tahun masih berdiri tegak dan terawat di antara bangunan-bangunan moderen, berdampingan harmonis menghasilkan nuansa dramatic romantic.
Aroma tradisional kental menguasai atmosfer gang-gang kecil rapih, ditingkah aktivitas penarik becak moda angkutan rakyat yang tidak lekang digerus modernisasi, dan juga warung jajan angkringan yang manjadi ikon kota Solo.
Selepas sholat Dzuhur, para blogger melanjutkan perjalanan hari itu menuju Taman Balekambang. Di sana sudah menanti grup musik keroncong yang siap menghibur kalbu memanjakan rasa. Rencananya akan turut berpartisipasi adalah cucu Pak Gesang, sang maestro keroncong kita yang belum lama berpulang ke haribaan Sang Khaliq.
Sampai di sini, Mas Ben tidak bisa menemani kawan-kawan blogger menuntaskan rangkaian acara SOlO, dikarenakan sudah harus menuju kota Salatiga untuk selanjutnya kembali ke kota Tangerang, tempat ia tinggal dan berkarya.
Akhirnya, 2 hari di Solo menyisakan kesan indah persaudaraan para blogger yang hadir, melahirkan kerinduan untuk kembali lagi mereguk keramahan dan eksotikanya.
Sampai jumpa lagi para sahabat blogger-ku di ajang temu blogger selanjutnya di kota-kota lain.
Salam bentoelisan

No comments:

Post a Comment